Tepat hari ini 86 tahun yang lalu (19 April 1930), berdiri satu organisasi dengan nama Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia dengan Ir. Soeratin sebagai Ketua Umum pertamanya. Organisasi ini merupakan cikal bakal dari Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang kita kenal sekarang.
Bagaimana wajah PSSI setelah berusia 86 tahun? seperti kita ketahui saat ini, PSSI seperti sedang hibernasi atau bahkan sebagian kalangan menganggap bahwa PSSI sedang mati suri karena tidak akan ada yang tahu kapan PSSI dapat bangkit kembali.
Keadaan PSSI yang bagaikan mati suri itu berdampak juga kepada seluruh klub yang menjadi anggotanya. Hal ini dikarenakan tidak adanya kompetisi resmi yang berlangsung. Masalah tersebut akhirnya sampai juga menjadi pembahasan oleh FIFA yang hasilnya membuat Indonesia dilarang mengikuti segala agenda sepakbola resmi yang diselenggarakan oleh FIFA beserta organisasi turunannya yang dalam hal ini ialah AFC selaku organisasi sepakbola kawasan ASIA.
Terlepas dari semua masalah yang ada, tidak ada salahnya jika berandai-andai mengenai persepakbolaan di Indonesia. Hasil berandai-andai tersebut kemudian tersaji pada tulisan di bawah ini:
1. Seluruh Klub Indonesia Berbentuk Badan Hukum Usaha
Saat ini belum seluruh klub di Indonesia yang berbentuk badan hukum. Padahal dengan bentuk badan hukum akan memiliki keuntungan sendiri. Contohnya dalam mencari sponsor untuk pendanaan klub, perusahaan yang menjadi calon sponsor tentunya akan lebih senang membuat kontrak dengan sebuah lembaga yang sudah berbadan hukum usaha. Badan hukum usaha akan memaksa klub memiliki administrasi dan pengelolaan yang jelas.
2. Transfer Pemain Bukanlah Hal Tabu Untuk Dipublikasikan
Bursa transfer di Indonesia tidak seperti bursa transfer di liga profesional Eropa. Semua yang berkaitan dengan aktivitas transfer pemain seolah tidak dapat diketahui publik, khususnya untuk nilai transfer dan nilai kontrak pemain. Hal tersebut terjadi karena alasan "Pemain itu manusia bukan barang, jadi tidak etis untuk membicarakan harga". Padahal kegiatan transfer dan kontrak pemain merupakan salah satu sumber pendapatan negara melalui pajak yang sangat potensial karena pemain adalah aset bagi sebuah klub.
3. Fasilitas Yang Memadai
Bukan mengharapkan klub di Indonesia memiliki stadion sendiri, karena di Italia pun yang menggunakan stadion milik klub sendiri masih dapat dihitung jari, selebihnya masih menggunakan sistem sewa pada pemerintah daerahnya selaku pemilik resmi stadion yang digunakan sebagai markas. Namun di Indonesia, fasilitas yang sudah ada dan disediakan oleh pemerintah daerah, kadang tidak seperti yang diharapkan. Kondisi lapangan yang tidak rata (baik tanah ataupun rumputnya), adanya benda-benda yang berbahaya di dalam lapangan menjadi contohnya. Padahal dengan kondisi lapangan yang baik, para pemain dapat lebih maksimal mengasah kemampuan mereka di lapangan.
4. Staff Yang Profesional
Berapa banyak klub Indonesia yang menggunakan jasa tukang urut dibandingkan fisioterapis profesional? Keterbatasan dana untuk menggaji profesional lagi-lagi menjadi alasan. Alasan itu akhirnya bisa menjadi petaka bagi pemain bola yang dalam hal ini adalah aset dari sebuah klub. Penanganan cidera pemain oleh tukang urut yang hanya bermodalkan pengalaman sebetulnya lebih beresiko dibandingkan penanganan cidera oleh fisioterapis profesional yang tentunya memiliki modal ilmu pengetahun mengenai penanganan kasus cidera dengan baik dan benar.
Semoga ke depannya PSSI menjadi lebih baik.
Salam Blogger Indonesia
Salam Sukses Indonesia
ConversionConversion EmoticonEmoticon